Sunday, October 11, 2020

PERNIKAHAN

 PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Keterangan :
Contoh Ijab: Wali perempuan berkata kepada pengantin laki-laki : ”Aku nikahkan anak perempuan saya bernama ... binti … dengan ... dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas 50 gr. dibayar tunai”.

Contoh Qobul: Calon suami menjawab: ”Saya terima nikah dan perjodohannya dengan diri saya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai”. Perempuan yang menikah tanpa seizin walinya nikahnya tidak sah. Rasulullah Saw, bersabda yang Artinya :”Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya maka pernikahan itu batal (tidak sah)”. (HR. Empat Ahli Hadits kecuali Nasai).

A. Ayat-ayat Al-Qur'an
Bacalah dengan tartil bersama-sama selama 5-10 menit dengan memperhatikan makhraj dan tajwidnya!

B. Wawasan Islami

1. Makna Nikah Dalam Islam

Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti (al-jam’u) atau "bertemu, berkumpul". Menurut istilah, nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad yang dilakukan menurut hukum syariat Islam.

Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah Swt. dan melaksanakannya merupakan ritual ibadah.

Sementara itu, menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974, tentang Perkawinan Pasal 1 dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia. Hal itu berarti sifat pembawaan manusia sebagai makhluk Allah Swt. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah tangga.

Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud RA, Rasulullah SAW bersabda :

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرَجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (رواه البخاري و مسلم)

Artinya : ”Dari Abdullah bin Mas’ud RA Rasulullah Saw berkata kepada kami. Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu menjadi perisai (dapat melemahkan sahwat)”. (HR. Bukhari Muslim).

2. Hukum Nikah

Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah dalam artian boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunah, makruh, dan haram.

Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut :

a. Jaiz atau mubah, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.

b. Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup menikah. Bila tidak menikah, khawatir ia akan terjerumus ke dalam perzinaan.

c. Sunat, yaitu orang yang sudah mampu menikah, tetapi masih sanggup mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.

d. Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki keinginan atau hasrat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah tanggungannya.

e. Haram, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan, tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.

3. Tujuan Nikah

Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia dan tentram. Allah Swt. berfirman : QS. Ar-Rum: 21

b. Untuk membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara suami, istri, dan anak. ( lihat Q.S. ar- Rum/ 30: 21).

c. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang sah dan diridhai Allah Swt. Untuk melaksanakan Perintah Allah Swt. menikah merupakan pelaksanan perintah Allah Swt. Oleh karena itu menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah Swt., berfirman: 

d. Untuk melaksanakan Perintah Allah Swt. menikah merupakan pelaksanan perintah Allah Swt. Oleh karena itu menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah Swt., berfirman:

e. Mengikuti Sunah Rasulullah Saw.Rasulullah Saw. mencela orang yang hidup membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya:

اَلنِّكَاحُ سُنَّتِيْ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ (رواه البخاري)

Artinya : «Nikah itu adalah sunahku, barang siapa tidak senang dengan sunahku, maka bukan golonganku». (HR. Bukhori )

f. Untuk Memperoleh Keturunan yang Sah. Allah Swt. berfirman : QS. Al-Kahfi: 46.

Artinya :” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “. (Q.S. al-Kahfi/ 18: 46).

Sebelum pernikahan berlangsung, dalam agama Islam tidak dikenal istilah pacaran tetapi dikenal dengan nama “khitbah”. Khitbah atau peminangan adalah penyampaian maksud atau permintaan dari seorang pria terhadap seorang wanita untuk dijadikan istrinya, baik secara langsung oleh si peminang maupun oleh orang lain yang mewakilinya. Yang diperbolehkan selama khitbah adalah seorang pria hanya dapat melihat muka dan telapak tangan. Wanita yang dipinang berhak menerima pinangan itu dan berhak pula menolaknya. Apabila pinangan diterima, berarti antara yang dipinang dengan yang meminang telah terjadi ikatan janji untuk melakukan pernikahan. Semenjak diterimanya pinangan sampai dengan berlangsungnya pernikahan disebut dengan masa pertunangan.

Pada masa pertunangan ini biasanya seorang peminang atau calon suami memberikan suatu barang kepada yang dipinang (calon istri) sebagai tanda ikatan cinta. Hal yang perlu disadari oleh pihak-pihak yang bertunangan adalah selama masa pertunangan, mereka tidak boleh bergaul sebagaimana suami istri karena mereka belum sah dan belum terikat oleh tali pernikahan. Larangan-larangan agama yang berlaku dalam hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim berlaku pula bagi mereka yang berada dalam masa pertunangan.

Wanita-wanita yang haram dipinang ada dua kelolmpok yaitu :

a. Yang haram dipinang dengan cara sindiran atau terus terang adalah wanita yang termasuk muhrim, wanita yang masih bersuami,wanita yang berada dalam masa ‘Iddah talak roj’i dan wanita yang sudah bertunangan.

b. Yang haram dipinang dengan cara terus terang, tetapi dengan cara sindiran adalah wanita yang berada dalam ‘Iddah (menunggu) wafat dan wanita yang dalam Iddah talak bain (talak tiga).

4. Rukun dan Syarat Nikah

Sah atau tidaknya suatu pernikahan bergantung kepada terpenuhi atau tidaknya rukun serta syarat nikah.

a. Calon Suami

1) beragama Islam

2) atas kehendak sendiri

3) bukan muhrim

4) tidak sedang ihrom haji

b. Calon Istri

1) beragama Islam

2) tidak terpaksa

3) bukan muhrim

4) tidak sedang ihrom atau haji

c. Adanya Wali

1) mukallaf (Islam, dewasa, sehat akal)

2) laki-laki merdeka

3) adil

4) tidak sedang haji atau umroh

d. Adanya Dua Orang Saksi

1) Islam

2) dewasa

3) sehat akalnya

4) tidak fasik

5) hadir dalam akad nikah

e. Adanya Ijab dan Qabul

(*) dengan kata-kata "nikah" atau yang semakna dengan itu. Berurutan antara Ijab dan Qabul.

Saksi Nikah; Saksi harus benar-benar adil. Rasulullah Saw. bersabda :

Artinya: ”Tidak sah nikah seseorang melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang muakkadah/ adil”. (HR. Ahmad).

Setelah selesai akad nikah biasanya diadakan walimah, yaitu pesta pernikahan. Hukum mengadakan walimah adalah sunat muakkad. Rasulullah Saw bersabda : "Orang yang sengaja tidak mengabulkan undangan berarti durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (HR. Bukhori).

5. Mahram

6. Wali Nikah

7. Kewajiban dan Hak Suami Istri

8. Hikmah Pernikahan

9. Talak

10. 'Iddah

11. Rujuk

12. Perkawinan Menurut Undang-Undang

C. Penerapan Karakter

D. Ringkasan

E. Penilaian

Sunday, September 13, 2020

NIKMAT KERJA KERAS DAN TANGGUNG JAWAB

KERJA KERAS DAN TANGGUNG JAWAB


 A. Ayat-Ayat Al-Qur'an

1. QS. at-Taubah/9: 105

https://quran.kemenag.go.id/sura/9/105

2. QS. al-Fushilat/41: 5

https://quran.kemenag.go.id/sura/41/5

3. QS. Yasin/ 36: 12

https://quran.kemenag.go.id/sura/36/12

4. QS. al-An'am/6: 164   

https://quran.kemenag.go.id/sura/6/164

5. QS.  al-Qashash/28: 77   

https://quran.kemenag.go.id/sura/28/77

B. Tadabbur dan Muhasabah

 Renungkan dengan rumus 5 W 1H (Kerja Keras dan Tanggung Jawab)

1. What (apa)?: Apa yang terjadi?

2. Who (siapa)?: Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu?

3. Why (mengapa)?: Mengapa hal itu bisa terjadi?

4. When (kapan)?: Bilamana atau kapan peristiwa itu terjadi?

5. Where (dimana)?: Di mana peristiwa itu terjadi?

6. How (bagaimana)? Bagaimana peristiwa itu bisa terjadi?

C. Kerja Keras dan Tanggung Jawab 

1. Pandangan Islam tentang kerja keras

Kerja keras termasuk salah satu hal yang diajarkan oleh ajaran Islam. Bahkan, umat Islam diwajibkan untuk selalu bekerja keras. Kewajiban untuk selalu bekerja keras ini terdapat dalam Q.S. al-Qashash/28 : 77,
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Swt. telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sungguh Allah Swt. tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”.

Dari ayat al-Qur’an di atas kita mengetahui bahwa kerja keras ternyata juga merupakan kewajiban dalam Islam. Pada ayat tersebut kita diajarkan untuk tidak boleh hanya memikirkan kehidupan akhirat saja, tetapi kita juga harus memperjuangkan kehidupan kita di dunia. Kedua hal ini, dunia dan akhirat, harus seimbang untuk diperjuangkan tidak boleh hanya memilih akhirat atau dunianya saja. Selain dengan memaksimalkan ibadah kita untuk akhirat, sangat baik pula bagi kita untuk bekerja keras demi kesejahteraan hidup di dunia.

Sebenarnya, kerja keras manusia dalam bekerja ternyata juga merupakan bentuk keimanannya kepada Allah Swt. Kita harus ingat bahwa tujuan hidup kita di dunia adalah untuk mencari rida Allah Swt. Oleh karena itu, kita mengingat hal tersebut, kita akan bisa meluruskan niat dalam bekerja dan melakukan kegiatan dengan niat ibadah untuk mencari ridha-Nya.

Bekerja keras tidak hanya berbicara tentang usaha untuk mencapai keinginan atau cita-cita. Dalam ajaran Islam, manusia wajib beriman pada ketentuan takdir. Namun, di sisi lain, juga percaya bahwa takdir atau nasib seseorang bisa berubah dengan adanya usaha dari manusia itu sendiri.
Hal tersebut disebutkan dalam Q.S. ar-Ra’d/13 : 11, “Sesungguhnya Allah tak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri”. Dengan mengikuti anjuran tersebut, bekerja keras untuk dapat mengubah nasib Dengan bekerja keras dan terus berusaha, insya Allah kita akan bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Sesuai dengan ayat di atas, Allah mengajarkan manusia untuk bekerja keras karena apa yang kita usahakan, itulah yang akan kita dapatkan. Hal ini tertulis dalam Q.S. an-Najm/53 ayat:39 yang memiliki arti, “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya”. Oleh karena itu, kita harus yakin semakin kita bekerja keras, semakin maksimal pula hasil yang dapatkan.

2. Ajaran Islam tentang kerja keras

a. Pengertian kerja keras

Kerja berarti melakukan sesuatu kegiatan atau sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Kerja yang dilakukan oleh manusia bertujuan untuk memperoleh makanan, pakaian, jaminan, pengakuan, dan kebahagiaan hidup.

Kerja keras bermakna melakukan sesuatu kegiatan untuk mencari nafkah dengan sungguh-sungguh. Kerja keras untuk mencapai harapan dan tujuan atau prestasi yang maksimal disertai dengan tawakal kepada Allah Swt., untuk kepentingan dunia maupun akhirat.

 Firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Qasas /28 ayat : 77. https://quran.kemenag.go.id/sura/28/77

b. Membiasakan perilaku kerja keras

Perilaku kerja keras sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Beliau tidak hanya menghabiskan waktu untuk mengingat Allah saja, tetapi bekerja keras berdakwah, baik di Mekah maupun di Madinah. Berdasarkan hal tersebut, kita dapat mencontoh Nabi bahwa kita diperintahkah oleh Allah dan Rasul-Nya untuk membiasakan perilaku bekerja keras tidak boleh berimajinasi saja atau bergantung pada orang lain dengan cara meminta-minta. Agar kita mendapatkan hasil kerja yang baik, kita harus memiliki motivasi atau semangat, rajin, tekun dan ulet dengan maksud agar berhasil dan dapat mencukupi kebutuhan hidup dan meningkatkan kreativitas dengan cara berdoa dan bertawakal kepada Allah. Di samping itu tidak mengabaikan perilaku jujur, tidak mudah putus asa, sabar jika mengalami kesulitan. Kita harus selalu bersyukur atas rahmat Allah yang diterima.

Perintah bekerja, berkarya untuk mencari rezeki yang halal dinyatakan dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi. Allah Swt. berfirman:  https://quran.kemenag.go.id/sura/9/105

Hadis Nabi Muhammad Saw:

 عَنِ الْمِقْدَامِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اَكَلَ اَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَ اِنَّ نَبِيّ اللهِ دَاوُدَ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: " Dari Miqdam ra. berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Tidak satu pun makanan yang dimakan oleh seseorang lebih baik daripada kerja tangannya. Sesungguhnya Nabi Daud makan dari hasil kerja tangannya”. (HR. Bukhari)

Hadis tersebut menjelaskan pada kita tentang membiasakan bekerja dengan semangat, rajin, tekun dan ulet tidak berpangkutangan mengharapkan balas kasihan orang lain.

3. Cara membiasakan diri untuk berprilaku kerja keras

Adapun cara agar dapat membiasakan diri untu kerja keras adalah sebagai berikut.

1. Niatkan bahwasanya kerja keras merupakan suatu ibadah;

2. Mengerjakan suatu pekerjaan itu dengan sungguh-sungguh

3. Pantang menyerah apabila mendapati sebuah kesulitan ;

4. Tidak mengerjakan suatu pekerjaan yang dilarang oleh agama;

5. Selalu bertawakal kepada Allah Swt. setelah bekerja keras;

6. Selalu bersyukur dengan hasil yang didapat dalam suatu pekerjaan;

7.  Selalu bersabar apabila hasil yang didapat tidak sesuai dengan apa
yang kita hendaki.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw disebutkan: “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla.” (H.R. Ahmad)

Dalam hadits tersebut dikatakan bahwa mencari nafkah (kerja keras) untuk memenuhi kebutuhan keluarga adalah serupa dengan mujahid, hal itu berarti memiliki nilai yang sangat besar. Oleh sebab itu Allah Swt. senang terhadap hamba-Nya yang mau berusah payah dan bekerja keras dalam mencari nafkah.

Dalam hadits lain Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada siang hari pada malam itu ia diampuni oleh Allah.” (HR. Ahmad)

Namun perlu diketahui bahwa motivasi dalam bekerja merupakan pekerjaan yang bernilai ibadah karena Islam telah mengajarkan untuk menjaga keseimbangan antara urusan dunia dengan urusan akhirat. Bekerja untuk kepentingan dunia harus seimbang dengan beribadah untuk akhirat. Syarat khusus dalam meraih kesuksesan di kehidupan dunia adalah harus dapat melakukannya dengan usaha dan kerja keras.

Rasulullah Saw. bersabda: ”Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok hari.” (H.R. Bukhari) 

4. Hikmah kerja keras

Allah Swt. telah menyuruh kita untuk bekerja keras karena bekerja keras dalam Islam memiliki banyak hikmah dan manfaat terhadap lingkungan. Adapun hikmah bekerja keras, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Dapat mengembangkan potensi diri, baik berupa bakat, minat, pengetahuan, maupun keterampilan; 

b. Dapat membentuk pribadi yang disiplin serta bertanggung jawab;

c. Mengangkat harkat martabat diri baik sebagai makhluk individu maupun sebagai masyarakat;

d. Dapat meningkatkan taraf hidup dan meningkatkan kesejahteraan;

e. Dapat mendorong untuk hidup mandiri dan tidak menjadikannya beban bagi orang lain;

f. Dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga terpenuhi;

g. Mampu menjalani hidup layak;

h. Menimbulkan rasa sayang apabila waktunya terbuang dengan sia-sia;

i. Dapat meraih cita-cita menjadikannya seorang yang dermawan.

j. Yang utama hikmah dari kerja keras adalah disukai Allah Swt.

k. Mendapatkan pahala dari Allah Swt karena niat kerja keras yang diniatkan karena Allah Swt merupakan bagian dari ibadah;

l. Dapat memelihara kemuliaan sebagai seorang muslim. 

5. Islam dan tenggung jawab

Dalam catatan sejarah ulama terdahulu diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Abdil Aziz dalam suatu shalat tahajjudnya membaca;

Q.S. as-Saff at/37: 22-24.https://quran.kemenag.go.id/sura/37/22 

Khalifah Umar bin Abdil Aziz mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi besarnya tanggung jawab seorang pemimpin. Dalam riwayat lain, Umar bin Khattab r.a. mengungkapkan besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhiarat nanti dengan kata-katanya yang terkenal: “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya: “Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?” Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para sahabat/ulama tentang tanggung jawab pemimpin di hadapan Allah Swt. kelak. Prinsip tanggung jawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan
individu sebagaimana ditegaskan dalam;

Q.S. al An’am/6: 164. https://quran.kemenag.go.id/sura/6/164

Seorang yang cerdas selayaknya merenungi hal ini sehingga tidak meremehkan perbuatan baik sekecil apapun dan tidak gegabah berbuat dosa walau sekecil biji sawi. Mengapa demikian? Boleh jadi perbuatan baik atau jahat itu mula-mula amat kecil ketika dilakukan, akan tetapi bila pengaruh dan akibatnya terus berlangsung lama, bisa jadi amat besar pahala atau dosanya.

Tanggung jawab seorang berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat, semakin tinggi pula tanggung jawabnya. Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas prilaku diri, keluarga, saudara-saudara, masyarakatnya dan rakyatnya. Hal ini ditegaskan Allah Swt; “Wahai orang-orang mukmin peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Q.S. at-Tahrim/66: 6) Sebagaimana juga yang ditegaskan Rasululah Saw: “Setiapkamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.”(Muttafaq Alaih).

Tanggung jawab vertikal ini bertingkat-tingkat bergantung pada kondisinya. Kepala keluarga, kepala desa, camat, bupati, gubernur, dan kepala negara, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya sesuai dengan ruang lingkup yang dipimpinnya. Seorang mukmin yang
cerdas tidak akan menerima kepemimpinan itu kecuali dengan ekstra hati-hati dan senantiasa akan memperbaiki diri, keluarga dan semua yang menjadi tanggungannya. 

Pemimpin dalam tingkatan apapun akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. atas semua perbuatannya di samping seluruh apa yang terjadi pada rakyat yang dipimpinnya. Baik dan buruknya prilaku dan keadaan rakyat bergantung kepada pemimpinnya. Sebagaimana rakyat juga akan dimintai pertanggungjawabannya ketika memilih seorang pemimpin. Bila mereka memilih pemimpin yang bodoh dan tidak memiliki kapabilitas serta akseptabilitas, kelak pemimpin itu akan membawa rakyatnya ke jurang kedurhakaan. Para pemilih juga akan turut menanggung pertanggungjawaban itu.

6. Makna tanggung jawab

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja ataupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sesuatu sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Masalah tanggung jawab dalam konteks individual berkaitan dengan konteks teologis. Sebagai makhluk individu, manusia harus bisa bertanggung jawab pada dirinya sendiri yaitu dengan menjaga keseimbangan antara jasmani dan rohaninya sendiri dan juga harus bertanggung jawab terhadap Allah Swt. yang Mahapencipta. Tanggung jawab manusia sebagai makhluk individual akan lebih kuat jika dia mempunyai kesadaran akan tanggung jawabnya dan akan berusaha dengan sepenuh hati untuk menjalankan tanggung jawabnya bukan sebagai beban tetapi sebagai kesadaran.

Dalam konteks sosial, manusia merupakan makhluk sosial, ia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Nilai-nilai yang diperankan oleh seseorang sebagai makhluk sosial harus dipertanggungjawabkan sehingga tidak menganggu keharmonisan hidup antar anggota sosial dan tidak mengganggu konsensus nilai yang ada dan telah disetujui bersama. Hal ini dicontohkan Nabi Adam a.s. yang diciptakan oleh Allah Swt. sebagai khalifah-Nya di bumi, tetapi ia tidak bisa hidup sendirian. Untuk itu Allah menciptakan Hawa sebagai istrinya dari jenisnya sendiri. 

Firman Allah Swt dalam Q.S. al-Baqarah/2: 30. https://quran.kemenag.go.id/sura/2/30

Demikian juga tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya, timbul karena manusia sadar akan keyakinannya terhadap nilai-nilai yang ada dalam ajaran agamanya. Manusia bertanggung jawab terhadap kewajibannya menurut keyakinan agamanya. Misalnya kita sebagai seorang muslim berkewajiban untuk melakukan shalat 5 waktu dalam sehari. Oleh karena itu kita harus melaksanakan kewajiban tersebut dengan penuh kesadaran karena kita yakin akan hal tersebut. Dengan demikian, kita telah bertanggung jawab terhadap kewajiban kita sebagai seorang hamba-Nya. Tanggung jawab dalam konteks pergaulan manusia adalah sebuah keberanian. Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang berani menanggung resiko atas segala yang menjadi tanggung jawabnya. Ia bersifat jujur terhadap dirinya sendiri dan juga jujur terhadap orang lain.
Dengan rasa tanggung jawab, orang yang bersangkutan akan berusaha melalui seluruh potensi dirinya untuk menjalankan tanggung jawabnya dengan sepenuh hati dan orang yang bertanggung jawab adalah orang yang mau berkorban untuk kepentingan orang lain.

Perjuangan orang tua untuk anak-anaknya tidak bisa dihitung lagi banyaknya. Begitu besar pengorbanan mereka, hingga mereka menggadaikan kepentingan dan kebahagiaan mereka sendiri hanya untuk anak-anaknya. Itulah wujud tanggung jawab yang dilakukan orang tua kepada anaknya. Dengan begitu, mereka telah bertanggung jawab atas titipan-Nya yang diberikan kepada mereka yaitu anak-anak yang harus mereka rawat, besarkan dan didik dengan amanah.

Tanggung jawab sangat erat kaitannya dengan kewajiban. Kewajiban merupakan sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban juga merupakan bandingan terhadap hak. Oleh karena itu, tanggung jawab adalah kewajiban. Sebagai pelajar maka kewajiban kita adalah belajar, dengan demikian kita telah memenuhi kewajiban kita sebagai pelajar. Hal ini berarti bahwa kita telah bertanggung jawab atas kewajiban kita.

Akan tetapi ketika kita menghadapi ujian dan kita sadar akan kewajiban kita untuk belajar, tetapi kita tidak mau belajar dengan alasan malas, capek, segan dan lain-lain, itu berarti kita tidak bertanggung jawab pada diri sendiri. 

Orang yang bertanggung jawab dapat memperoleh kebahagiaan karena mampu menunaikan kewajibannya. Kebahagiaan dapat dirasakan oleh dirinya sendiri maupun orang lain. Sebaliknya, orang yang tidak bertanggung jawab akan menghadapi kesulitan sebab ia tidak mengikuti aturan, norma, atau nilai-nilai yang berlaku. Problema utama yang dirasakan pada zaman sekarang, adalah rusaknya perasaan moral dan rasa hormat diri terhadap pertanggung jawaban.

7. Menunaikan tanggung jawab

Menurut sifat dasarnya manusia merupakan makhluk bermoral, tetapi manusia juga seorang pribadi yang mempunyai pendapat, perasaan, dan kemauan untuk bertindak sesuai dengan keinginan sehingga manusia tidak luput dari kesalahan, kekeliruan baik yang disengaja maupun tidak. Beberapa tanggung jawab manusia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Tanggung jawab kepada Allah

Tanggung jawab kepada Allah menuntut kesadaran manusia untuk memenuhi kewajiban dan pengabdiannya kepada Allah SWT. Sebagai makhluk ciptaan Allah Swt manusia harus bersyukur kepada-Nya yang telah menciptakan, memberi rizki dan selalu memberikan yang terbaik untuk makhlukNya. Karena itu manusia wajib mengabdi kepada Allah Swt.

Menyembah itu merupakan pengabdian kepada Allah Swt. sebagai wujud tanggung jawab kepada Allah Swt. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tanggung jawab erat kaitannya dengan kewajiban. Kewajiban merupakan sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Allah Swt. hanya memberikan beban kepada seseorang disesuaikan dengan kemampuannya.

2. Tanggung jawab kepada keluarga

Keluarga terdiri atas ayah ibu, anak-anak, dan juga orang-orang lain yang menjadi anggota keluarga. Setiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab terhadap keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Namun tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, keamanan, pendidikan, dan kehidupan. 

Tanggung jawab kepada keluarga ini menuntut tiap anggota keluarga untuk mempunyai kesadaran tentang tanggung jawab. Misalnya, seorang ayah mempunyai tanggung jawab yang sangat besar untuk melindungi danmenghidupi istri dan anak-anaknya dengan seluruh kemampuannya. Seorang ayah yang baik tidak akan pernah lari dari tanggung jawabnya untuk membahagiakan keluarganya. Sama halnya juga dengan seorang ibu yang mempunyai tanggung jawab sangat penting untuk mengurus suami dan anak-anaknya dengan semua tenaga dan pikirannya. Seorang ibu juga bertanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang saleh dan salehah. Seorang anak juga mempunyai tanggung jawab yang besar kepada keluarga terutama kepada kedua orang tuanya dengan membahagiakannya, dengan sungguh-sungguh belajar, menjaga nama baik keluarga, dan berusaha dengan mengoptimalkan potensi sehingga bisa membuat kedua orang tua bangga dengan apa yang kita lakukan.

3. Tanggung jawab kepada masyarakat

Manusia merupakan makhluk sosial yang merupakan anggota masyarakat. Oleh karena itu dalam berfikir, berbicara, dan bertingkah laku, manusia terikat oleh norma masyarakat. Semua tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Sebagai contoh di sekitar kita tinggal sedang diadakan kerja bakti tetapi kita dengan sengaja tidak ikut berpartisipasi di dalamnya, maka kita harus mempertanggung jawabkan perbuatan kita itu. Sebagai akibatnya kita harus siap apabila terjadi ketidak nyamanan dalam hubungan dengan masyarakat sekitar. Misalnya kita akan menjadi bahan omongan masyarakat sekitar. Jika memang ada sanksi yang telah disepakati bersama seperti membayar denda karena tidak ikut berpartisipasi, kita harus bertanggung jawab dengan membayar denda dan berusaha untuk mengikuti kegiatan yang ada dalam masyarakat sekitar. Dari penyelesaian tersebut kita tahu bahwa tanggung jawab kita sebagai anggota masyarakat bukan sekadar wacana melainkan
juga dalam hal perbuatan kita harus bertanggung jawab. Contoh lain adalah ketika menjadi aparatur desa yang dipilih oleh masyarakat, kita harus memiliki kesadaran untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan sepenuh hati dan ikhlas. Caranya adalah bekerja secara optimal, jujur, dan bertanggung jawab terhadap tugastugasnya. Setiap anggota masyarakat juga mempunyai tanggung jawab dengan cara saling menjaga kerukunan dan keharmonisan antar anggota masyarakat.

4. Tanggung jawab kepada Bangsa dan Negara

Sebagai warga negara yang baik kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga nama baik negara, berusaha untuk memajukan negara. Sebagai pelajar, kita harus terus menuntut ilmu untuk kepentingan dan kemajuan bangsa dari segi pendidikan. 

Manusia terikat dengan norma-norma atau peraturan, hukum yang dibuat oleh suatu negara. Seseorang tidak dapat berbuat sesuai dengan kemauannya sendiri. Apabila perbuatan seseorang itu salah dan melanggar aturan, ia harus bertanggung-jawab kepada negara. Misalnya, seorang pejabat pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengatur dan mengelola pemerintahan yang telah dipercayakan kepadanya, tetapi pejabat tersebut melakukan korupsi maka ia juga harus mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada pemerintah, melalui proses hukum.

8. Hikmah dan Manfa'at tanggung jawab

Kita dituntut memiliki tanggung jawab yang baik. Pada saat bekerja, berbicara, dan berbuat. Memiliki sikap berani bertanggung jawab atas kesalahan yang lakukan, dan mengubah tindakan dengan tindakan yang lebih baik dapat memudahkan kita untuk selalu mendapatkan kepercayaan dan meraih kesuksesan. Dengan memiliki sikap tanggung jawab yang baik kita dapat memperoleh banyak manfaat. 

Adapun hikmah bertangggungjawab adalah sebagai berikut,

a. Mendapatkan kepercayaan orang banyak;

b. Mendorong pelaku dan pemangku kepentingan untuk lebih mudah dan cepat sukses; 

c. Memberikan dampak lebih kuat, nyaman, dan aman dalam menghadapi permasalahan yang harus diselesaikan; 

d. Mendapatkan penghargaan oleh masyarakat;

e. Dapat memperhitungkan sebab akibat dan dampak perbuatan di masyarakat; 

f. Mendapatkan solusi dan pengembangan yang tepat. 

g. Akan merasalakan lebih tenang, aman, dan nyaman dalam segala hal.

D. Penerapan Karakter

Setelah mengkaji materi tentang “Nikmatnya Kerja Keras dan Tanggung jawab”, diharapkan peserta didik dapat menerapkan karakter dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut:

1.  Relegius

Contoh; Ketika memulai pekerjaan, Ahmad selalu berdoa

2. Kerjasama

Contoh; Muhdori membantu pekerjaan teman sekantornya dengan niat ikhlas karena dengan membantu akan meringankan diri dan beban orang lain.

3. Toleran, Damai

Contoh; Dalam sebuah rapat, untuk memecahkan problem pekerjaan terjadi perbedaan pendapat antara Abdul Mar’i dan perserta rapat lainnya. Pendapat pribadinya belum diakomodasi oleh forum, tetapi ia menghormati keputusan rapat yang mengambil pendapat temannya.

4. Disiplin, Jujur

Contoh; Untuk membuktikan bahwa ia datang dengan sistem fi nger, Abdullah selalu datang sebelum jam maksimal presensi pagi dan pulang setelah minimal presensi. Jika ada keperluan lain dan dinas luar, ia memberi tahu pada pimpinan.

5. Tanggung Jawab, Peduli

Contoh; Arman seorang direktur dari C.V. Adil Makmur mendapatkan pekerjaan untuk perbaikan gedung sekolah. Kemudian ia mengerjakan pekerjaan dengan membongkar gedung. Terdapat kusen, genteng dan lain-lain barang yang layak pakai. Ia menghitung kembali barang tersebut kemudian dipakai kembali barang tersebut. Arman juga melaporkan sesuai dengan perencanaan dan pelaksanaannya.

E. Ringkasan

1. Sifat kerja keras, menunjukkan hal yang sangat penting untuk dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bekerja keras kita akan dapat memperoleh kesuksesan hidup di dunia dan akhirat. Kerja keras, tekun, ulet, dan teliti merupakan akhlak terpuji yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang, terutama bagi seorang pelajar dalam proses pendidikan.

2.  Pekerja keras selalu melakukan perencanaan dalam hidupnya. Meskipun hasilnya tidak dapat ia petik langsung, tetapi dapat dimanfaatkan untuk generasi sesudahnya.

3. Akhlak terpuji tersebut tidak hanya membutuhkan pemahaman konsep, tetapi juga diimplementasikan atau diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Terutama sebagai umat muslim urgensi akhlak diutamakan untuk mencetak prestasi bagi dunia peradaban Islam.

4. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sesuatu sebagai perwujudan
kesadaran akan kewajibannya. Setiap manusia memiliki tanggung jawab, yaitu tanggung jawab terhadap Allah Swt. terhadap keluarga, terhadap masyarakat dan terhadap bangsa dan negara.

5. Tanggung jawab seorang berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggung jawabnya. Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas perilaku diri, keluarga, saudara-saudara, masyarakat dan rakyatnya.

6. Pemimpin pada tingkat apa pun akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. atas semua perbuatannya, selain seluruh apa yang terjadi pada rakyat yang dipimpinnya. Baik dan buruknya perilaku dan keadaan rakyat bergantung pada pemimpinnya. Sebagaimana rakyat juga akan dimintai pertanggungjawabannya ketika memilih seorang pemimpin. Apabila rakyat memilih pemimpin yang bodoh dan tidak memiliki kecakapan serta kelayakan yang dapat membawa rakyatnya ke jurang kedurhakaan, mereka juga akan dibebani pertanggung jawaban itu.

Semoga Bermanfa'at ...

 

Wednesday, August 26, 2020

BERPIKIR KRITIS DAN DEMOKRASI

PEMBELAJARAN II

BERPIKIR KRITIS DAN DEMOKRASI

A.      Arti Kata dan Tajwid

1.    Membaca Q.S. Ali Imran/ 3: 190-191 dan Q.S. Ali Imran/ 3: 159

a. QS. Ali Imran/3: 190-191 link ... https://quran.kemenag.go.id/page/75

b. Q.S. Ali Imran/ 3: 159 link ... https://quran.kemenag.go.id/page/71

2.    Hukum Bacaan/Tajwid Q.S. Ali Imran/ 3: 190-191 dan Q.S. Ali Imran/ 3: 159

a. Contoh Ulasan Tajwid Q.S. Ali Imran/ 3: 190-191

No

Lafal

Hukum

Keterangan

1

إِنَّ فِيْ

ghunnah

nun Syiddah (ada 2 nun bertemu langsung)

2

وَالنَّهَارِ

ghunnah

nun Syiddah (ada 2 nun bertemu langsung

3

لَآيَاتٍ لِّأُلِى الْأَلْبَابِ

idgham bila ghunnah&qalqalah

tanwin bertemu lam

huruf ba’ dibaca mati diakhir bacaan

4

قِيَامًا وَّقُعُوْدًا

idgham bi ghunnah

tanwin bertemu wawu

 b. Contoh Ulasan Tajwid Q.S. Ali Imran/ 3: 159

No

Lafal

Hukum

Keterangan

1

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ

ghunnah

Nun Syiddah (ada 2 nun bertemu langsung)

2

لِنْتَ لَهُمْ لَانْفَضُّوْا

ikhfa

Nun Syiddah (ada 2 nun bertemu langsung

3

فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ

مِنْ حَوْلِكَ

izhar

izhar

Tanwin bertemu lam

Huruf ba’ dibaca mati diakhir bacaan

4

لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ

izhar syafawi

izhar syafawi

Tanwin bertemu wawu

 3.    Arti Kata-Perkata Q.S. Ali Imran/ 3: 190-191 dan Q.S. Ali Imran/ 3: 159

a. QS. Ali Imran/ 3: 190-191

Lafal

وَالْأَرْضِ

السَّمَاوَاتِ

إِنَّ فِيْ خَلْقِ

Arti

dan bumi

langit

sesungguhnya pada penciptaan

Lafal

وَالنَّهَارِ

اللَّيْلِ

وَاخْتِلاَفِ

Arti

dan siang

malam

dan pergantian

Lafal

اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ

لِّأُولِى الْأَلْبَابِ

لَآيَاتٍ

Arti

mereka yang mengingat Allah

bagi orang yang berakal

sungguh menjadi tanda-tanda

Lafal

وَّعَلَى جُنُوْبِهِمْ

وَّقُعُوْدًا

قِيَامًا

Arti

dan saat berbaring

dan saat duduk

saat berdiri

Lafal

بَاطِلاً

رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا

وَيَتَفَكَّرُوْنَ

Arti

sia-sia

Ya Tuhan kami, tidaklah engkau menciptakan ini

dan mereka memikirkan

Lafal

عَذَابَ النَّارِ

فَقِنَا

سُبْحَانَكَ

Arti

siksa neraka

peliharalah kami

Maha Suci Engkau

 b. Q.S. Ali Imran/ 3: 159

Lafal

لِنْتَ لَهُمْ

مِّنَ اللهِ

فَبِمَا رَحْمَةٍ

Arti

Kamu berlaku lemah lembut kepada mereka

Dari Allah

Maka dengan sebab rahmat

Lafal

غَلِيْظَ الْقَلْبِ

فَظَّا

وَلَوْ كُنْتَ

Arti

berhati kasar

bersikap keras

dan sekiranya kamu

Lafal

فَاعْفُ عَنْهُمْ

مِنْ حَوْلِكَ

لَانْفَضُّوْا

Arti

maka ma’afkanlah

dari sekitarmu

sungguh mereka akan menjauhkan diri

Lafal

فِى الْأَمْرِ

وَشَاوِرْهُمْ

وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ

Arti

dalam segala urusan

bermusyawarahlah

memohonkan ampunan

Lafal

إِنَّ

فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ

فَإِذَا عَزَمْتَ

Arti

sesungguhnya

Bertawakkallah kepada Allah

maka jika kamu meneguhkan tekad

Lafal

الْمُتَوَكِّلِيْنَ

يُحِبُّ

اللهَ

Arti

Orang yang bertawakkal

menyukai

Allah

 

4.    Menerjemahkan Q.S. Ali Imran/ 3: 190-191 dan Q.S. Ali Imran/ 3: 159

“190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, 191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”  Q.S. Ali Imran/ 3: 190-191

“159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” Q.S. Ali Imran/ 3: 159 [246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.

B.      Asbabun Nuzul

a.    QS. Ali Imran/ 3: 190-191

Al-Kisah dari ‘Aisyah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Wahai ‘Aisyah apakah engkau mengizinkan kanda pada malam ini untuk beribadah kepada Allah Swt sepenuhnya?”. Jawab Aisyah ra: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya menyenangi apa yang Engkau senangi, menyukai apa yang Engkau sukai. Saya izinkan engkau melakukannya.” Kemudian nabi mengambil qirbah (tempat air yang terbuat dari kulit domba) yang terletak di dalam rumah, lalu beliau berwudlu. Selanjutnya, beliau mengerjakan shalat. Di waktu salat beliau menangis sampai sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Al-Quran yang dibacanya. Setelah salat beliau duduk memuji-muji Allah dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdoa dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah.

Kemudian datanglah Bilal unntuk azan subuh dan melihat Nabi saw menangis ia bertanya: “Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang akan datang?. Nabi menjawab: “Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada Allah Swt.? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allah Swt telah menurunkan ayat kepadaku (Q.S. Ali Imran/3 Ayat 190-191) Selanjutnya beliau berkata: “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan tidak merenungkan kandungan artinya”.

Memikirkan pergantian siang dan malam, mengikuti terbit dan terbenamnya matahari, siang lebih lama dari malam dan sabaliknya. Semuanya itu menunjukkan atas kebesaran dan kekuasaan penciptanya bagi orang-orang yang berakal. Memikirkan terciptanya langit dan bumi, pergantian siang dan malam secara teratur dengan menghasilkan waktu-waktu tertentu bagi kehidupan manusia merupakan satu tantangan tersendiri bagi kaum intelektual beriman. Mereka diharapkan dapat menjelaskan secara akademik fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa Tuhan tidaklah menciptakan semua fenomena itu dengan sia-sia.

b.    QS. Ali Imran/ 3: 159

Sebab–sebab turunnya ayat ini kepada Nabi Muhammad saw adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. Ia menjelaskan bahwasanya setelah terjadinya perang Badar, Rasulullah mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar r.a dan Umar bin Khaththab r.a untuk meminta pendapat bahwa mereka tentang para tawanan perang, Abu Bakar ra berpendapat, meraka sebaiknya dikembalikan kepada keluargannya dan keluargannya diminta untuk membayar tebusan. Namun, Umar r.a berpendapat bahwa mereka sebaiknya dibunuh. Yang diperintah membunuh adalah keluarganya. Rasulullah tidak langsung mengambil keputusan, sehingga turunlah ayat ini sebagai dukungan atas pendapat Abu Bakar r.a (HR. Kalabi)

C.       Isi Kandungan

a.    Tafsir QS. Ali Imran/ 3: 190-191 link ... https://quran.kemenag.go.id/sura/3/190

Dalam ayat al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal, merenung dan memikirkan atas penciptaan Allah baik yang ada di langit dan bumi maupun diantaranya. Di antara ayat Al-Quran yang menerangkan tentang hal tersebut yaitu Q.S. Ali Imran Ayat 190-191.

Pada Q.S. Ali Imran Ayat 190 dijelaskan bahwa tatanan langit dan bumi serta dalam bergantinya siang dan malam secara teratur sepanjang tahun menunjukkan keagungan Tuhan, kehebatan pengetahuan dan kekuasaan-Nya. Langit dan bumi dijadikan oleh Allah bertingkat dengan sangat tertib, bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat tampak hidup, semua bergerak menurut orbitnya.

Bergantinya malam dan siang, berpengaruh besar pada kehidupan manusia dan segala yang bernyawa. Terkadang malam terasa panjang atau sebaliknya. Musim pun yang berbeda. Musim dingin, panas, gugur, dan semi, juga musim hujan dan panas. Semua itu menjadi tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah Swt bagi orang yang berpikir. Hal tersebut tidaklah terjadi dengan sendirinya. Pasti ada yang mengaturnya yaitu Allah SWT.

Sementara itu Q.S. Ali Imran Ayat 191 memberikan penjelasan pada orang-orang yang cerdas dan berpikir tajam (Ulul Albab), yaitu orang yang berakal, selalu menggunakan pikirannya, mengambil ibrah, hidayah, dan menggambarkan keagungan Allah. Ia selalu mengingat Allah (berdzikir) di dalam keadaan apapun, baik di waktu ia berdiri, duduk atau berbaring. Ayat ini menjelaskan bahwa ulul albab ialah orang-orang baik lelaki maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah dengan ucapan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa objek dzikir adalah Allah, sedangkan objek pikir ciptaan Allah berupa fenomena alam. Ini berarti pendekatan kepada Allah lebih banyak didasarkan atas hati. sedang pengenalan alam raya didasarkan pada penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kemerdekaan yang luas untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan atas kekuasaan Allah Swt.

Oleh karena itu sangat tepat sabda Rasulullah Saw. Yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas, berikut ini;

تَفَكَّرُوْا فِى الْخَلْقِ وَلاَ تَفَكَّرُوْا فِى الْخَالِقِ

“Berpikirlah tentang ciptaan Allah SWT. Dan janganlah kamu berpikir tentang hakikat penciptanya”

Hadis tersebut berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang lain. Manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan. Namun, sejarah juga mencatat bahwa tidak sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berpikir. Karena itu, Rasulullah Saw. menghendaki kita, kaum muslimin, untuk memiliki budaya tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kemanfaatan, kebaikan, ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah.

b.    Tafsir QS. Ali Imran/3: 159 link ... https://quran.kemenag.go.id/sura/3/159

Dalam Ayat itu bertemulah pujian yang tinggi dari Allah Swt. terhadap Rasul-Nya, karena sikap Nabi Muhammad Saw. yang lemah lembut, tidak lekas marah kepada ummatnya yang tengah dituntundan dididik agar iman mereka lebih sempurna. Sekalipun sudah sedemikian nyata kesalahan beberapa orang yang meninggalkan tugasnya, karena terpesona akan harta itu, namun Rasulullah Saw. tidaklah terus marah-marah. Dalam ayat ini Allah Swt menegaskan, pujian-Nya kepada Rasul, bahwasanya sikap yang lemah lembut itu, terwujud karena kepada Allah Swt. telah memasukkan rahmat-Nya. Rahmat, belas kasihan, cinta kasih itu telah ditanamkan Allah Swt. kedalam diri beliau, sehingga rahmat itu pulalah yang mempengaruhi sikap beliau dalam memimpin.

Meskipun dalam keadaan genting, seperti terjadinya pelanggaran–pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam perang Uhud yang menyebabkan kaum muslimin menderita, Rasulullah tetap bersikap lemah lembut dan tidak marah terhadap pelanggar itu, bahkan beliau memaafkannya, dan memohonkan ampunan dari Allah untuk mereka. Seandainya Nabi Muhammad Saw. bersikap keras, berhati kasar tentulah mereka akan menjauh dari beliau.

Disamping itu Nabi Muhammad selalu bermusyawarah dengan mereka dalam segala hal. Apalagi dalam urusan peperangan. Oleh karena itu kaum muslimin patuh melaksanakan putusan-putusan musyawarah itu karena keputusan itu merupakan keputusan mereka sendiri bersama Nabi. Mereka tetap berjuang dan berjihad di jalan Allah dengan tekad yang bulat tanpa menghiraukan bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka bertawakal sepenuhnya kepada Allah Swt, karena tidak ada yang dapat membela kaum muslimin, selain Allah.

Secara singkat Q.S. Ali Imran Ayat 159 menyebutkan secara berurutan untuk dilakukan sebelum bermusyawarah, yaitu sebagai berikut

1. Bersikap lemah lembut. Orang yang melakukan musyawarah harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, supaya mitra musyawarah tidak pergi menghindar. 
2. Memberi maaf dan bersedia membuka diri. Kecerahan pikiran hanya dapat hadir bersamaan dengan sirnanya kekerasan hati serta kedengkian dan dendam.  
3. Memohon ampunan Allah Swt. sebagai pengiring dalam bertekad, kemudian bertawakal kepada-Nya atas keputusan yang dicapai yang diharapkan dari musyawarah adalah mufakat untuk kebenaran karena dalam bermusyawarah, kadang terjadi perselisihan pendapat atau perbedaan. 
4. Dalam menghadapi semua masalah orang yang bermusyawarah harus bersikap lemah lembut, melalui jalur musyawarah untuk mufakat, tidak boleh dilakukan dengan hati yang kasar dan perilaku kekerasan.  
5. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap urusan. 
6. Apabila telah dicapai suatu kesepakatan, semua pihak harus menerima dan bertawakal (menyerahkan diri dan segala urusan) kepada Allah Swt. Dan Allah mencintai hamba-hambanya yang bertawakkal.

D.       Demokrasi dan Musyawarah

       Secara kebahasaan, demokrasi terdiri atas dua rangkaian kata yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “cratos” yang berarti kekuasaan. Secara istilah, kata demokrasi ini dapat ditinjau dari dua segi makna. Pertama, demokrasi dipahami sebagai suatu konsep yang berkembang dalam kehidupan politik pemerintah, yang di dalamnya terdapat penolakan terhadap adanya kekuasaan yang terkonsentrasi pada satu orang dan menghendaki peletakan kekuasaan ditangan orang banyak (rakyat) baik secara langsung maupun dalam perwakilan. Kedua, demokrasi dimaknai sebagai suatu konsep yang menghargai hak-hak dan kemampuan individu dalam kehidupan bermasyarakat. Dari definisi ini dapat dipahami bahwa istilah demokrasi awalnya berkembang dalam dimensi politik yang tidak dapat dihindari. Secara historis, istilah demokrasi memang berasal dari Barat. Namun jika melihat dari sisi makna, kandungan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan oleh demokrasi itu sendiri sebenarnya merupakan gejala dan cita-cita kemanusiaan secara universal (umum, tanpa batas agama maupun etnis). 

Konsep demokrasi pada hakekatnya sama hampir dengan konsep musyawarah dalam Islam. Namun, terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya yang menyebabkan sebagian masyarakat masih belum dapat menerima konsep demokrasi. Ada dua hal yang mendasari perbedaan tersebut, di antaranya: (1) demokrasi berasal dari negara Barat, sedangkan musyawarah dalam Islam berasal dari negara timur; (2) pengambilan keputusan dalam sistem demokrasi lebih menekankan pada suara terbanyak, sedangkan keputusan musyawarah diambil berdasarkan kesepakan dan kesepahaman bersama walaupun pendapat berasal dari sekelompok tokoh masyarakat. Namun terlepas dari dua pemahaman tersebut, demokrasi dan musyawarah memiliki tujuan yang sama yaitu menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh setiap kalangan mayoritas dan kalangan minoritas. Musyawarah dan demokrasi merupakan dua metoda penyelesaian masalah dalam kehidupan dunia yang mengalami perbedaan bahkan sangat berlawanan. Musyawarah menghasilkan suatu keputusan yang disebut mufakat. Sedangkan, demokrasi menghasilkan suatu keputusan yang disebut penetapan pihak yang memenangkan atas dasar pemilihan. 

Sementara itu mufakat sebagai hasil keputusan musyawarah merupakan hasil terbaik dari berbagai perbedaan dan kehendak dalam pemecahan masalah yang disepakati dan ditetapkan secara bersama terhadap suatu persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokrasi merupakan nilai dari Islam, yang memiliki makna dan hubungan yang erat Adapun makna yang terkandung dalam musyawarah adalah sebagai berikut :

1.    Setiap manusia memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama

2.    Setiap orang tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain,

3.    Setiap orang mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama

4.   Setiap orang menghormati dan menjunjung tinggi keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah

5.    Setiap orang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan

6. Setiap orang memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan

E.      Hakikat Berpikir Kritis

Islam sangat menghargai manusia yang berpikir kritis. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak pengulangan kata yang berakar kata aql, fikr, fiqh, dzikr, yang menginspirasi untuk mengembangkan pemikiran pemikirannya. Semangat ini mendorong ilmuan Islam untuk mencurahkan gagasan dan pikiran sehingga melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi umat manusia di dunia. 

Definisi tentang berpikir kritis disampaikan oleh Mustaji. Ia memberikan definisi bahwa berpikir kristis adalah “berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan”. Salah satu contoh kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan “membuat ramalan”, yaitu membuat prediksi tentang suatu masalah, seperti memperkirakan apa yang akan terjadi besok berdasarkan analisis terhadap kondisi yang ada hari ini.

Secara Islami berpikir kritis bukan berarti berpikir bebas yang tak terbatas karena kemampuan akal pikiran manusia memiliki keterbatasan. Oleh sebab itu hasil pemikiran sekaligus kebenaran berpikir yang dilakukan manusia bersifat relatif. Sementara itu kebenaran yang mutlak dan pasti hanyalah milik Allah Swt. Oleh karena itu, ada kalimat yang masyhur di kalangan ulama fi qh, dan hampir semua imam mazhab pernah mengatakan kalimat ini, yaitu: “Pendapatku benar, tapi bisa saja salah. Pendapat selainku itu salah tapi bisa jadi benar”

Sikap para imam mazhab dengan mempertahankan dan mempertanggungjawabkan kebenaran pendapat kelompoknya disatu sisi, sedangkan di sisi lain mengakui dan mengapresiasi pendapat kelompok yang lain merupakan cermin ajaran Islam yang sudah lama mempraktikkan nilai-nilai demokrasi. Istilah demokrasi memang baru dikenal dalam dunia Islam akan tetapi praktek demokrasi sudah dilakukan umat Islam semenjak berabad-abad silam. Di alam demokrasi, setiap orang boleh mengemukakan pendapat berdasarkan nalar kritisnya. Dengan catatan bahwa berpikir kritis sangat dianjurkan tapi memaksakan pendapat dan mencemooh pikiran pihak lain sangat dihindarkan.

a.         Manfaat Berfikir Kritis

1.     Berpikir kritis memiliki banyak solusi jawaban ide kreatif. Membiasakan diri berpikir kritis akan melatih siswa memiliki kemampuan untuk berpikir rasional. Berpikir dan bertindak reflektif adalah tindakan dan pikiran yang tidak direncanakan, terjadi secara spontan, serta melakukan hal-hal lain tanpa perlu secara ulang. Terbiasa berpikir kritis juga akan berdampak pada siswa memiliki banyak solutif dari jawaban serta ide-ide cerdas, jika siswa mempunyai suatu masalah, tidak hanya terpaku pada satu jalan solusi atau penyelesaian, siswa akan memiliki banyak opsi atau pilihan penyelesaian masalah tersebut. Berpikir kritis akan membuat siswa memiliki banyak ide-ide cerdas dan inovatif serta out of the box.

2.      Dengan berpikir kritis mudah memahami pemikiran orang lain. Berpikir kritis membuat pikiran lebih fleksibel, tidak kaku dalam mengutarakan pendapat atau pemikiran ide-ide dari yang lain, lebih mudah untuk menerima pendapat orang lain yang memiliki persepsi yang berbeda dengan diri sendiri. Hal ini memang tidak mudah untuk dilakukan, namun jika telah terbiasa untuk berpikir kritis, maka dengan sendirinya, secara spontanitas, hal ini akan mudah untuk dilakukan. Keuntungan lain dari memiliki pikiran yang lebih fleksibel dari berpikir kritis akan lebih mudah memahami sudut pandang orang lain. Tidak terlalu terpaku pada pendapat diri sendiri, dan lebih terbuka terhadap pemikiran, ide, atau pendapat orang lain.

3.     Dengan berpikir kritis dapat memperbanyak kawan dan rekan sejawat yang baik. Ada lebih banyak manfaat yang bisa diperoleh karena berpikir kritis, dan proses itu pada umumnya saling berkaitan. Misalnya saja lebih terbuka, menerima, serta tidak kaku dalam menerima pendapat orang lain, akan dihormati oleh teman-teman kerja, karena mau dan mengerti pendapat orang lain dengan pikiran terbuka.

4.     Dengan berpikir kritis akan lebih mandiri. Mampu berpendapat secara mandiri, artinya tidak harus selalu mengistimewakan orang lain. Pada saat dihadapkan pada situasi yang rumit dan sulit serta harus segera mengambil keputusan, orang yang berpikir kritis tidak perlu menunggu orang lain yang mampu menyelesaikan masalah. Dengan memiliki pikiran yang kritis, seseorang akan dapat memunculkan ide-ide, gagasan, serta solusi penyelesaian masalah yang baik, melatih berfikir tajam, cerdas, serta inovatif.

5.       Orang yang berpikir kritis sering menemukan peluang dan kesempatan baru dalam segala hal, bisa dalam pendidikan, pekerjaan atau bisnis atau usaha. Tentu saja hal ini akan berdampak pada kewaspadaan diri sendiri. Untuk menemukan peluang dibutuhkan pikiran yang tajam serta mampu menganalisa peluang yang ada pada suatu keadaan.

b.         Manfaat Berdemokrasi Secara Isalmi

Adapun hal hal yang dapat kita manfaatkan dalam kehidupan sehari hari dari pelajaran ayat berdemokrasi adalah :

1. Kita tidak boleh berkeras hati dan bertindak kasar dalam menyelesaikan suatu permasalahan,tetapi harus bertindak dengan hati yang lemah lembut.

2.  Kita harus berlapang dada, berperilaku lemah lembut, bersikap pemaaf dan berharap ampunan Allah Swt.

3.   Dalam kehidupan sehari-hari kita harus mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap persoalan.

4. Apabila telah tercapai mufakat, kita harus menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah.

5.        Kita selalu berserah diri kepada Allah Swt sehingga tercapai keseimbangan antara ikhtiar dan berdoa

F.       Ringkasan

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan di Indonesia. Keterampilan kongnitif yang digunakan dalam berpikir kritis berkualitas tinggi memerlukan disiplin secara intelektual, evaluasi diri, berpikir yang sehat, tantangan dan dukungan. 

Sebagai anak bangsa, kita dituntut untuk selalu berpikir kritis untuk menangani berbagai persoalan kehidupan. Dalam hal ini, kritis yang dimaksud harus tetap berada dalam jalur yang ada sesuai dengan tugas dan peran pelajar. Selain itu, tugas dan peran pelajar juga harus diseimbangkan dengan realita yang ada. Dengan belajar nilai nilai religius yang ada, kita hidup di sebuah negara yang berdaulat. Berdemokrasi telah menjadi esensi pokok dalam kehidupan, bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dari waktu ke waktu. 

Namun kita harus mengetahui bahwa pengertian demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur dan falasafah bangsa. Oleh karena itu, kita sebagai umat islam yang hidup di Indonesia telah merasakan perjalanan berdemokrasi dan manfaatnya akan lebih maksimal dan berdaya guna bila kita isi dengan nilai-nilai religius.

Semoga bermanfa'at ...

PERNIKAHAN

  PERNIKAHAN DALAM ISLAM Keterangan : Contoh Ijab: Wali perempuan berkata kepada pengantin laki-laki : ”Aku nikahkan anak perempuan saya ber...